A. Perkembangan Politik Masa Kemerdekaan
1. Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sesuai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat
(RIS). Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri pada tanggal 27 Desember
1949 dengan Undang-Undang Dasar Sementara sebagai konstitusinya. Wilayah RIS meliputi :
- Negara bagian yang meliputi: Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan,
Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, Negara
Sumatra Timur, dan Republik Indonesia
- Satuan-satuan kenegaraan yang meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung,
Riau, dan Jawa Tengah.
- Daerah Swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.
Sistem pemerintahan RIS dipegang oleh presiden dan menteri-menteri di
bawah perdana menteri. Terpilih sebagai Presiden RIS adalah Ir. Soekarno
pada tanggal 15
Desember 1949. Sementara itu, Drs. Moh. Hatta diangkat menjadi Perdana
Menteri RIS pada tanggal 20 Desember 1949.
2. Kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) ternyata tidak sesuai
dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
muncul gerakan-gerakan untuk mengubah bentuk negara kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada tanggal 19 Mei 1950, ditandatangani sebuah piagam persetujuan
antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI. Piagam itu menyatakan kedua
pihak dalam waktu singkat akan bersama-sama melaksanakan pembentukan
negara kesatuan. RIS pun bubar dan berganti menjadi Republik Indonesia
pada 17 Agustus 1950.
3. Gangguan Keamanan
a) Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin
oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti
dasar negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet
Republik Indonesia.
Pada tanggal 30 September 1948,
pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh
rakyat. Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa
Tengah bagian timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur).
b) Pemberontakan DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah
suatu gerakan yang menginginkan berdirinya sebuah negara Islam Indonesia.
Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke daerahdaerah lain, seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo. Cita-citanya
membentuk Negara Islam Indonesia (NII) diwujudkan melalui Proklamasi
yang dikumandangkan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong, Jawa
Barat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Kartosuwiryo,
Pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis di Gunung Geber.
Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kantosuwiryo berhasil ditangkap.
Dipimpin oleh Kahar Muzakar.
Pemberontakan ini disebabkan oleh Kahar Muzakar yang menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam Iingkungan APRlS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat) dan Ia berkeinginan untuk menjadi pimpinan
dan APRIS. Pada tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar bersama dengan
pasukannya melarikan diri ke hutan dan pada tahun 1952 ia mengumumkan
bahwa Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia
pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Penumpasan terhadap pemberontakan
yang dilakukan oleh Kahar Muzakar mengalami kesulitan sebab tempat
persembunyian mereka berada di hutan yang ada di daerah pegunungan. Akan
tetapi, pada bulan Februari 1965 berhasll ditumpas oleh TNI.
Dipimpin oleh Daud Beureuh. Pemberontakan ini disebabkan oleh
status Aceh yang semula menjadi daerah istimewa diturunkan menjadi
daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah
tersebut ditentang oleh Daud Beureuh sehingga pada tanggal 21 September
1953 ia mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara
Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah Republik Indonesia
memberantas pemberontakan ini di Aceh dengan operasi millter dan
musyawarah dengan rakyat Aceh, sehingga pada tanggal 17-28 Desember
1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh dan melalui
musyawarah tersebut maka berhasil dicapai penyelesaian secara damai.
Dipimpin oleh Ibnu Hajar
yang menamakan gerakannya dengan sebutan Kesatuan Rakyat yang
Tertindas. Pada tahun 1945, lbnu Hajar secara resmi bergabung dengan
Negara Islam Indonesia dan ditunjuk sebagai panglima tertinggi TIM (Tentara
Islam Indonesia). Pada tahun 1963, pemerintah Indonesia berhasil menumpas
pemberontakan ini, Ibnu Hajar dan anak buahnya berhasil ditangkap.
B. Perkembangan Ekonomi Masa Kemerdekaan
1). Permasalahan Inflasi
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia
mengalami inflasi yang terlalu tinggi (hiperinflasi). Inflasi terjadi karena mata
uang Jepang beredar secara tak terkendali. Pada saat itu, pemerintah tidak
dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena belum memiliki
mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas Negara pun kosong, pajak dan
bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil
kebijakan berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.
2). Blokade Laut
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November
1945. Blokade ini menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia.
Akibatnya, barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor,
dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang sangat
dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan
perekonomian Indonesia.
Dalam rangka menghadapi blokade laut ini,
pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya sebagai berikut :
1). Melaksanakan Program Pinjaman Nasional
2). Melakukan Diplomasi ke India
3). Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
C. Kehidupan Masyarakat Masa Kemerdekaan
a. Kehidupan Sosial
Sebelum kemerdekaan, telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi-bagi kelas-kelas masyarakat. Saat itu, masyarakat Indonesia didominasi oleh
warga Eropa dan Jepang, sebagian besar warga pribumi hanyalah masyarakat
rendahan yang menjadi pekerja bagi para bangsawan dan penguasa.
Setelah
Indonesia merdeka, segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dan semua
warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
segala bidang.
b. Pendidikan
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki Hajar Dewantara
sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K). Ki Hajar Dewantara menjabat jabatan ini hanya selama 3 bulan. Kemudian,
jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G. Mulia yang hanya menjabat
selama 5 bulan. Selanjutnya, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mohammad
Syafei. Kemudian, ia digantikan oleh Mr. Suwandi.
Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu:
pendidikan rendah, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah
atas, dan pendidikan tinggi. Pada akhir tahun 1949, tercatat sejumlah 24.775
buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, sudah ada
sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Solo dan
Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas Gadjah Mada.
c. Kebudayaan
Dalam bidang kesenian, banyak muncul lagu yang bertemakan nasionalisme
yang diciptakan oleh para komponis seperti Cornel Simajuntak, Kusbini, dan
Ismail Marzuki. Lagu-lagu tersebut antara lain, Bagimu negeri, Halo-Halo
Bandung, Selendang Sutra, dan Maju Tak Gentar.
Komentar
Posting Komentar