Masa Demokrasi Parlementer ( 1950 - 1959 )
Amati gambar di atas! Siapa yang dilantik menjadi Perdana Menteri? Mengapa umur kabinet pada masa Demokrasi Parlementer rata-rata pendek? Untuk mengetahui jawabannya, pelajari materi berikut ini dengan baik.
Masa Demokrasi Parlementer disebut pula masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal. Masa ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
1. Perkembangan Politik
- Sistem Pemerintahan
Sistem parlementer disebut juga sebagai sistem Demokrasi Liberal. Sistem kabinet yang digunakan pada masa Demokrasi Parlementer adalah Zaken Kabinet. Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih atau berasal dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya, tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.
Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia memiliki ciri banyaknya partai politik yang saling berebut pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan. Hal tersebut menyebabkan seringnya pergantian kabinet. Perhatikanlah tabel berikut !
- Pemilu 1955
Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap:
1) Tahap pertama dilaksanakan pada 29 September 1955
Pemilu tahap pertama adalah untuk memilih anggota DPR yang berjumlah 250 orang. Perolehan suara terbanyak pada Pemilu ini dimenangkan oleh empat partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
2) Tahap kedua pada 15 Desember 1955.
Pemilu tahap kedua adalah untuk memilih anggota Dewan Konstituante yang akan bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Anggota DPR hasil Pemilu 1955 dilantik pada 20 Maret 1956, sedangkan pelantikan anggota Konstituante dilaksanakan pada 10 November 1956.
- Gangguan Keamanan
1). Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Gerakan APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Gerakan ini didasari oleh adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang ratu adil yang akan membawa mereka ke suasana aman dan tenteram serta memerintah dengan adil dan bijaksana.
Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara bagian RIS.
Pada tanggal 23 Januan 1950, pasukan APRA menyerang Kota Bandung serta melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap anggota TNI. Pemberontakan APRA berhasil ditumpas melalui operasi militer yang dilakukan oleh Pasukan Siliwangi.
2). Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan : Maluku ingin merdeka dan melepaskan diri dan wilayah Republik Indonesia karena menganggap Maluku memiliki kekuatan secara ekonomi, politik, dan geografis untuk berdiri sendiri.
Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur).
3). Pemberontakan Andi Azis
Terjadi pada 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan sebagai pasukan kemanan untuk mengamankan situasi di Makassar. Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal. Menurut Andi Azis, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar. Tuntutan itu tidak dipenuhi dan pemerintah Republik Indonesia tetap mendatangkan ABRI sebagai pasukan keamanan.
Pasukan Andi Aziz kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting di Makassar, seperti pospos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta yang menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur. Pemerintah RI memerintahkan Andi Azis untuk menghentikan pergerakannya dan mengultimatum agar datang ke Jakarta dalam waktu 4×24 jam untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap setibanya di Jakarta dari Makasar. Pasukannya yang memberontak akhirnya menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
4). Pemberontakan PRRI dan Permesta
Pemberontakan PRRI/Permesta terjadi di Sulawesi yang disebabkan oleh adanya hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dikarenakan jatah keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak sesual anggaran yang diusulkan.
Hal tersebut menimbulkan dampak ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. Selanjutnya dibentuk gerakan dewan yaitu,
a). Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b). Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Letkol Simbolon.
c). Dewan Garuda di Sumatera Selatan Letkol Barlian
d). Dewan Manguhi di Sulawesi Utara dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual.
Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum tersebut adalah menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Setelah menerima ultimatum tersebut, pemerintah pusat bertindak tegas dengan cara memberhentikan Letkol Achmad Husein secara tidak hormat. Oleh karena ultimatumnya ditolak pemerintah, pada 15 Februari 1958, Letkol. Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI kemudian diikuti oleh pengumuman Permesta pada 17 Februari 1958 di Sulawesi.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-tokoh PRRI lainya akhirnya menyerah.
- Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda
Konferensi Asia Afrika (KAA) diselenggarakan pada tanggal 18–24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara. Sidang berlangsung selama satu minggu dan menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung.
Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) membawa keuntungan bagi Indonesia:
- Pamor Indonesia sebagai negara yang baru merdeka naik karena kemampuannya menyelenggarakan konferensi tingkat internasional.
- Dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih diduduki Belanda.
2). Deklarasi Djuanda
Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut territorial Indonesia itu lebarnya 3 mil diukur dari garis air rendah dari pada pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia. Batas 3 mil ini menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengarungi lautan tersebut tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah Republik Indonesia meluas hingga 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
2. Perkembangan Ekonomi
Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi.
Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya, antara lain adalah sebagai berikut.
a. Gunting Syafruddin
Dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi defisit anggaran, pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Melalui kebijakan ini, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.
b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng.
Tujuan dari sistem ekonomi Gerakan Banteng adalah sebagai berikut.
1) Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2) Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
3) Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju. Gerakan Benteng dimulai pada bulan April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar. Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Banteng antara lain disebabkan oleh :
1)Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
2) Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif.
3) Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
4) Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5) Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
6) Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
c. Nasionalisasi perusahaan asing
Nasionalisasi perusahaan asing dilakukan dengan pencabutan hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah Republik Indonesia.
d. Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek). Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956.
e. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956 – 1961. Rencana ini tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh hal-hal berikut :
1) Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
2) Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
3) Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
3. Kehidupan Masyarakat Masa Demokrasi Parlementer
a. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi. Gejolak politik menyebabkan munculnya gangguan kemanan di berbagai tempat, dan upaya perbaikan ekonomi yang tidak berjalan lancar. menyebabkan meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran.
b. Pendidikan
Pada masa Demokrasi Parlementer didirikan beberapa universitas baru di antaranya adalah Universitas Andalas di Padang, Universitas Sumatra Utara di Medan, Universitas Indonesia di Jakarta, Universitas Padjajaran di Bandung, Universitas Airlangga di Surabaya, dan Universitas Hasanuddin di Makassar.
c. Kesenian
Dalam bidang kesenian, muncul berbagai organisasi seni lukis, seperti organisasi Pelukis Indonesia (PI) dan Gabungan Pelukis Indonesia (GPI). Selain itu, berdiri pula Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar