Kehidupan Masa Praaksara ( Bagian 2 )

 C. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Kehidupan

1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan 

Masa berburu makanan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu : masa berburu dan mengumpulkan tingkat sederhana dan tingkat lanjut.

A. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana 

Masa berburu makanan tingkat sederhana diperkirakan semasa dengan zaman paleolithikum.Manusia yang hidup pada masa ini masih rendah tingkat peradabannya. Mereka hidup mengembara, pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain sebagai pemburu binatang dan penangkap ikan. Di samping itu, mereka juga meramu, yakni mencari dan mengumpulkan makanan.Jenis makanan yang dikumpulkan misalnya ubi-ubian, buah-buahan dan daun-daunan.

(1) Kehidupan Ekonomi 

Kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana masih sangat bergantung pada alam. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara berburu hewan dan mengumpulkan umbi-umbian, buah-buhan serta dedaunan yang ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Jika sumber makanan di sekitar tempat mereka menipis atau sudah habis, mereka berpindah ke tempat lain.

(2) Kehidupan Sosial 

Manusia pada masa ini hidupnya tidak menetap. Mereka selalu berpindah-pindah tempat mencari tempat tinggal baru yang banyak terdapat binatang buruan dan bahan makanan.Mereka juga mencari tempat-tempat yang ada airnya.Tempat yang mereka pilih ialah di padang-padang rumput diselingi semak belukar, yang sering dilalui binatang buruan. 

Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana hidup secara berkelompok yang tersusun dari keluarga-keluarga kecil.Anggota kelompok yang laki-laki melakukan perburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan kecil.

(3) Kehidupan Budaya 

Pada masa ini, manusia sudah mampu membuat alat-alat sederhana dari batu atau tulang dan kayu.Alat-alat yang dibuat masih berbentuk kasar. 

Alat-alat tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 

  • Alat-alat batu inti, terdiri kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam
  • Alat serpih yang digunakan untuk pisau, peraut, gurdi, mata panah, dan untuk menguliti umbi-umbian. 
  • Alat dari tulang dan kayu. 
B. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut 

Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut diperkirakan semasa zaman mesolithikum. Manusia mulai hidup menetap walaupun hanya untuk sementara waktu dan mulai mengenal cara bercocok tanam sederhana. Selain itu, tampak kegiatan-kegiatan manusia yang menghasilkan sesuatu yang belum dicapai pada masa sebelumnya seperti lukisan di dinding gua atau dinding karang.

(1) Kehidupan Ekonomi 

Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sudah mengenal cara bercocok tanam dengan sistem berladang. Caranya, yaitu menebang hutan, kemudian membersihkan dan menanaminya. Beberapa kali tanah ladang itu dipergunakan, dan setelah dirasakan kesuburannya berkurang, maka pindah ke tempat lain. Selain berladang, mereka juga memelihara dan mengembangbiakkan binatang. 

(2) Kehidupan Sosial 

Kehidupan manusia pada masa ini masih dipengaruhi oleh cara hidup pada masa sebelumnya. Manusia secara berkelompok mulai hidup menetap dengan memilih gua sebagai tempat tinggalnya. Biasanya gua yang dipilih adalah gua yang letaknya cukup tinggi, yaitu di lereng bukit dan dekat dengan mata air. 

(3) Kehidupan Budaya 

Selama bertempat tinggal di gua, mereka melukiskan sesuatu di dinding gua yang menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup. Lukisan-Lukisan ini dibuat dengan cara menggores pada dinding atau dengan memberi warna merah, hitam, dan putih. Bentuknya ada berupa gambar tangan, binatang, atau bentuk lainnya.


Lukisan dinding gua menandakan berkembangnya kepercayaan manusia pada masa itu. Misalnya lukisan cap tangan dengan latar belakang warna merah mengandung arti kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda berkabung. 

 Pada masa ini, kemampuan manusia membuat alat-alat atau perkakas mengalami kemajuan.Alat-alat-alat batu yang dibuat bentuknya lebih halus daripada masa sebelumnya. Alat-alat tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 

• Kapak sumatra, yaitu batu kerakal yang dibelah tengah sehingga satu sisinya cembung halus dan sisi lainnya kasar. 

 • Alat tulang sampung, yaitu alat yang terbuat dari tulang dan tanduk digunakan sebagai penggali umbi-umbian.

2. Masa Bercocok Tanam 

Masa bercocok tanam diperkirakan semasa dengan zaman Neolithikum. Pada masa ini, peradaban manusia sudah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Manusia sudah memiliki kemampuan mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan bercocok tanam dan mengembangbiakan binatang ternak. Manusia sudah hidup menetap dan tidak lagi berpindah-pindah seperti halnya pada masa berburu dan mengumpulkan makanan.Mereka hidup menetap karena persediaan makanan sudah tercukupi.

a) Kehidupan Ekonomi 

Pada bercocok tanam, manusia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada alam. Manusia sudah mampu mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara membabat hutan dan semak belukar untuk ditanami berbagai jenis tanaman sehingga terciptalah ladang-ladang yang memberikan hasil pertanian. Selain bercocok tanam, mereka juga mengembangbiakan binatang ternak seperti ayam, kerbau dan hewan ternak lainnya.

 Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan sudah melakukan kegiatan perdagangan yang bersifat barter.Barang yang dipertukarkan pada waktu itu ialah hasil-hasil cocok tanam, hasil kerajinan tangan seperti gerabah dan beliung, atau hasil laut berupa ikan yang dikeringkan.Ikan laut yang dihasilkan oleh penduduk pantai sangat diperlukan oleh mereka yang bertempat tinggal di pedalaman.

b) Kehidupan Sosial 

Hidup menetap pada masa bercocok tanam memberi kesempatan bagi manusia untuk menata kehidupan secara teratur. Mereka hidup menetap di suatu tempat secara berkelompok dan membentuk masyarakat perkampungan. Perkampungan pada masa bercocok tanam terdiri atas tempat tinggal sederhana yang didiami oleh beberapa keluarga dan dipimpin oleh kepala kampung. Biasanya kedudukan sebagai kepala kampung dijabat oleh orang yang paling tua dan berwibawa.Kepala kampung merupakan tokoh yang disegani, dihormati dan ditaati oleh penduduk kampung yang dipimpinnya. Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan bersama mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat. Kegiatan yang banyak menghabiskan tenaga seperti, membabat hutan, menyiapkan ladang untuk ditanami, membangun rumah atau membuat perahu dilakukan oleh laki-laki. Adapun perempuan melakukan kegiatan menabur benih di ladang yang sudah disiapkan, merawat rumah dan kegiatan lain yang tidak memerlukan tenaga besar.

c) Kehidupan Budaya 

Pada masa bercocok tanam, manusia semakin mahir membuat berbagai alat-alat atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan sudah dibuat halus dan fungsinya beraneka ragam. Ada yangberfungsi untuk kegiatan sehari-hari, ada yang berfungsi sebagai perhiasan, ada pula yang berfungsi sebagai alat upacara keagamaan.

Alat-alat tersebut antara lain sebagai berikut: 

  • Kapak Persegi digunakan mengerjakan kayu, menggarap tanah dan alat upacara keagamaan. 
  • Kapak Lonjong digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan sebagai kapak biasa.
  • Gerabah 
  • Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus. 
  • Perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang
Pada masa bercocok tanam, berkembang kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat meninggal dunia.Roh dianggap mempunyai kehidupan dialamnya sendiri. Oleh karena itu, diadakan upacara pada waktu penguburan. Orang yang meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari, seperti perhiasan dan periuk yang dikubur bersama-sama.

Pada masa ini, mulai berkembang pula tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik (bangunan besar dari batu). Tradisi ini didasari oleh kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari orang yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. 

3. Masa Perundagian 

Masa perundagian merupakan akhir masa praaksara di Indonesia. Kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, pembuatan perhiasan, atau pembuatan sampan.

a) Kehidupan Ekonomi 

Masyarakat pada masa perundagian telah mampu mengatur kehidupannya. Kegiatan kehidupan yang mereka lakukan tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan pertanian di ladang dan sawah masih tetap dilakukan. Pengaturan air dilakukan agar kegiatan pertanian tidak sepenuhnya bergantung pada hujan. Hasil pertanian disimpan untuk masa kering dan mungkin juga untuk diperdagangkan ke daerah lain. Kegiatan peternakan juga turut berkembang, hewan ternak yang dipelihara lebih beragam dari masa sebelumnya. Masyarakat telah mampu beternak kuda dan berbagai jenis unggas.

Pada masa ini perdagangan masih bersifat barter, namun telah menjangkau tempat-tempat yang jauh, yakni antarpulau. Barang-barang yang dipertukarkan semakin beragam, seperti alat pertanian, perlengkapan upacara, dan hasil kerajinan. Kegiatan perdagangan antarpulau pada masa perundagian dibuktikan dengan ditemukannya nekara di Selayar dan kepulauan Kei yang dihiasi gambar-gambar binatang seperti gajah, merak, dan harimau. Binatang-binatang ini tidak ada di wilayah Indonesia bagian timur.Hal ini menunjukkan bahwa nekara tersebut berasal dari daerah Indonesia bagian barat.

b) Kehidupan Sosial 

Masyarakat pada masa perundagian hidup menetap di perkampungan yang lebih besar dan lebih teratur. Perkampungan ini terbentuk dari bersatunya beberapa kampung hingga jumlah kelompok penduduk bertambah banyak.Masyarakat tersusun dalam kelompok yang beragam. Ada kelompok petani, ada pedagang, ada pula kelompok undagi (pengrajin/tukang).

c) Kehidupan Budaya 

Pada masa perundagian, manusia sudah mahir membuat berbagai peralatan atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan terbuat dari logam digunakan untuk bertani, bertukang, peralatan rumah tangga, perhiasan dan sebagai alat perlengkapan upacara dan pemujaan.


Pada masa ini, berbagai bidang seni seperti seni lukis, seni ukir/pahat, seni patung, dan seni bangunan (arsitektur) mengalami perkembangan. Hal yang menunjukkan perkembangan ini diantaranya adalah meningkatnya pemahatan arca dan pendirian bangunan batu untuk pemujaan.

3. Nilai-Nilai Budaya Masa Praaksara di Indonesia

Belajar dari kehidupan manusia pada masa praaksara, maka terdapat nilai-nilai budaya dan tradisi yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dan suri teladan. Nilai-nilai budaya dan tradisi ini masih terlihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

a. Nilai Religius (Kepercayaan) 

Masyarakat praaksara sudah memiliki kepercayaan terhadap adanya kekuatan ghaib. Mereka mempercayai bahwa pohon rimbun yang tinggi besar, hutan lebat, gua yang gelap, pantai, laut atau tempat lainnya dipandang keramat karena ditempati oleh roh halus atau makhluk ghaib. Mereka meyakini bahwa kejadian-kejadian alam seperti hujan, petir, banjir, gunung meletus, atau gempa bumi adalah akibat perbuatan roh halus atau makhluk ghaib. 

Untuk menghindari malapetaka maka roh halus atau makhluk ghaib harus selalu dipuja. Kepercayaan terhadap roh halus ini disebut dengan animisme. Kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap punya kekuatan gaib disebut Dinamisme.

b. Nilai Gotong Royong 

Masyarakat praaksara hidup secara berkelompok, mereka bergotong royong untuk kepentingan bersama, contohnya membangun rumah yang dilakukan secara bersama-sama. Budaya gotong royong juga dapat terlihat dari peninggalan mereka berupa bangunan-bangunan batu besar yang dapat dipastikan dibangun secara gotong royong.

c. Nilai Musyawarah 

Dalam kehidupan berkelompok, masyarakat praaksara telah mengembangkan nilai musyawarah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dipilihnya pemimpin yang dianggap paling tua (sesepuh) yang mengatur masyarakat dan memberikan keputusan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bersama.

d. Nilai Keadilan 

Nilai keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat praaksara, yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan.

e. Tradisi Bercocok Tanam 

Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat praaksara untuk memenuhi memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan bercocok tanam. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat khas pertanian yang berupa beliung persegi dan alat lainnya.

f. Tradisi Bahari (Pelayaran) 

Masyarakat praaksara telah mengenal ilmu astronomi. Ilmu ini sangat membantu pada saat mereka berlayar dari pulau ke pulau dengan memakai perahu yang sangat sederhana. Perahu-perahu cadik merupakan bentuk yang paling umum dikenal pada waktu itu. 

Perahu bercadik adalah perahu yang kanan-kirinya dipasang alat dari bambu dan kayu agar perahunya tidak mudah oleng. Perahu bercadik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masa praaksara, selain sebagai sarana lalu lintas sungai dan laut, perahu ini juga berperansebagai alat penyebaran budaya.

4. Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Paul dan Fritz Sarasin (Sarasin bersaudara) mengemukakan bahwa penduduk asli Indonesia adalah suatu ras yang berkulit gelap dan bertubuh kecil. Ras ini pada awalnya mendiami Asia Bagian Tenggara yang saat itu masih bersatu sebagai daratan pada zaman es atau periode glasial. Namun, setelah periode es berakhir dan es mencair, maka dataran tersebut kemudian terpisah oleh lautan yaitu laut China Selatan dan laut Jawa.Akibatnya, daratan yang tadinya bersatu kemudian terpisah menjadi daratan utama Asia dan Kepulauan Indonesia. Penduduk asli tinggal di daerah pedalaman dan penduduk pendatang tinggal di daerah pesisir. Penduduk asli inilah yang disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin.

Orang Vedda kemudian menyebar ke timur dan mendiami wilayah Papua, Sulawesi Selatan, Kai, Seram, Timor Barat, Flores Barat, dan terus ke timur sampai Kepulauan Melanesia. Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di Kepulauan Indonesia. Mereka diyakini mempunyai hubungan erat dengan dan orang Vedda.

Ras lain yang menghuni kepulauan Indonesia adalah Proto Melayu dan Deutro Melayu. 

Ciri-ciri fisik mereka adalah rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit. 

Proto Melayu dan Deutro Melayu tiba di kepualauan Indonesia dalam dua gelombang kedatangan.

1. Gelombang kedatangan pertama adalah Proto Melayu (Melayu Tua), 

Mereka dianggap sebagai kelompok melayu Polinesia yang bermigrasi dari wilayah Cina Selatan (sekarang menjadi Provinsi Yunnan). Proto Melayu bermigrasi ke wilayah Nusantara melalui dua jalur yaitu jalur barat dan timur. 

  • Jalur barat bermula dari Yunnan (Cina Bagian Selatan) masuk ke Indochina, kemudian masuk ke Siam, Semenanjung Melayu, Sumatra dan akhirnya menyebar ke pulau-pulau di Indonesia.  Mereka membawa perkakas dari batu berupa kapak persegi.
  • Jalur timur melewati Kepulauan Ryukyu Jepang. Dari sana mereka mengarungi lautan menuju Taiwan, Filipina, Sangir, dan masuk ke Sulawesi. Mereka membawa perkakas dari batu berupa kapak lonjong. Suku bangsa Indonesia yang tergolong Proto Melayu ini, yaitu Mentawai, Dayak dan Toraja.
2. Gelombang kedatangan ke Kepulauan Indonesia berikutnya adalah Deutro Melayu (Melayu Muda) 

Deutro Melayu (Melayu Muda) berasal dari Indochina bagian utara. Kedatangan Deutro-Melayu mendesak keberadaan Proto Melayu ke arah pedalaman. Mereka memperkenalkan perkakas dan senjata yang terbuat dari besi atau logam. Mereka telah melakukan kegiatan bercocok tanam. Padi yang banyak ditanam di Indonesia saat ini dibawa oleh Deutero Melayu dari wilayah Assam Utara atau Birma Utara. Bangsa Deutro-Melayu mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang lebih maju. Karena itu, mereka berkembang menjadi sebagian besar suku-suku yang ada di Indonesia saat ini seperti Melayu, Minang, Jawa, Bugis, dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, Proto Melayu dan Deutero Melayu berbaur, sehingga sulit dibedakan.

3. Ras Melanesoid. 

 Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan benua Australia. Kedatangan ras Melanesoid diperkirakan pada saat zaman es terakhir. Pada saat itu Kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ras Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua, selanjutnya ke Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubung dengan Papua.Pada perkembangan selanjutnya, terjadi percampuran antara ras Melanesoid dan ras Melayu yang menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tindakan, Motif dan Prinsip Ekonomi

Pengembangan Pusat-Pusat Keunggulan Ekonomi untuk Kesejahteraan Masyarakat ( Pertemuan 3 & 4 )

PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Pertemuan 1)