C. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Kehidupan
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Masa berburu makanan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu : masa berburu dan mengumpulkan tingkat sederhana dan tingkat lanjut.
A. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Masa berburu makanan tingkat sederhana diperkirakan semasa
dengan zaman paleolithikum.Manusia yang hidup pada masa ini masih
rendah tingkat peradabannya. Mereka hidup mengembara, pindah dari
tempat yang satu ke tempat yang lain sebagai pemburu binatang dan
penangkap ikan. Di samping itu, mereka juga meramu, yakni mencari
dan mengumpulkan makanan.Jenis makanan yang dikumpulkan
misalnya ubi-ubian, buah-buahan dan daun-daunan.
(1) Kehidupan Ekonomi
Kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana masih sangat bergantung pada alam.
Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara berburu hewan dan
mengumpulkan umbi-umbian, buah-buhan serta dedaunan yang
ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Jika sumber makanan di
sekitar tempat mereka menipis atau sudah habis, mereka berpindah
ke tempat lain.
(2) Kehidupan Sosial
Manusia pada masa ini
hidupnya tidak menetap. Mereka selalu berpindah-pindah tempat
mencari tempat tinggal baru yang banyak terdapat binatang buruan
dan bahan makanan.Mereka juga mencari tempat-tempat yang ada
airnya.Tempat yang mereka pilih ialah di padang-padang rumput
diselingi semak belukar, yang sering dilalui binatang buruan.
Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana hidup secara berkelompok yang tersusun dari keluarga-keluarga kecil.Anggota kelompok yang laki-laki melakukan
perburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari
tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan kecil.
(3) Kehidupan Budaya
Pada masa ini, manusia sudah mampu membuat alat-alat
sederhana dari batu atau tulang dan kayu.Alat-alat yang dibuat
masih berbentuk kasar.
Alat-alat tersebut antara lain adalah
sebagai berikut.
- Alat-alat batu inti, terdiri kapak perimbas, kapak penetak,
pahat genggam, dan kapak genggam
- Alat serpih yang digunakan untuk pisau, peraut, gurdi, mata
panah, dan untuk menguliti umbi-umbian.
- Alat dari tulang dan kayu.
B. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
diperkirakan semasa zaman mesolithikum. Manusia mulai hidup menetap walaupun hanya untuk
sementara waktu dan mulai mengenal cara bercocok tanam sederhana.
Selain itu, tampak kegiatan-kegiatan manusia yang menghasilkan
sesuatu yang belum dicapai pada masa sebelumnya seperti lukisan di
dinding gua atau dinding karang.
(1) Kehidupan Ekonomi
Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut sudah mengenal cara bercocok tanam dengan
sistem berladang. Caranya, yaitu menebang hutan, kemudian
membersihkan dan menanaminya. Beberapa kali tanah ladang
itu dipergunakan, dan setelah dirasakan kesuburannya berkurang,
maka pindah ke tempat lain. Selain berladang, mereka juga
memelihara dan mengembangbiakkan binatang.
(2) Kehidupan Sosial
Kehidupan manusia pada masa ini masih dipengaruhi oleh cara
hidup pada masa sebelumnya. Manusia
secara berkelompok mulai hidup menetap dengan memilih gua
sebagai tempat tinggalnya. Biasanya gua yang dipilih adalah gua
yang letaknya cukup tinggi, yaitu di lereng bukit dan dekat dengan
mata air.
(3) Kehidupan Budaya
Selama bertempat tinggal di gua, mereka melukiskan sesuatu di
dinding gua yang menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan,
dan harapan hidup. Lukisan-Lukisan ini dibuat dengan cara
menggores pada dinding atau dengan memberi warna merah,
hitam, dan putih. Bentuknya ada berupa gambar tangan, binatang,
atau bentuk lainnya.
Lukisan dinding gua menandakan berkembangnya kepercayaan
manusia pada masa itu. Misalnya lukisan cap tangan dengan latar
belakang warna merah mengandung arti kekuatan pelindung
untuk mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya
tidak lengkap dianggap sebagai tanda berkabung.
Pada masa ini, kemampuan manusia membuat alat-alat atau
perkakas mengalami kemajuan.Alat-alat-alat batu yang dibuat
bentuknya lebih halus daripada masa sebelumnya. Alat-alat
tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
• Kapak sumatra, yaitu batu kerakal yang dibelah tengah
sehingga satu sisinya cembung halus dan sisi lainnya kasar.
• Alat tulang sampung, yaitu alat yang terbuat dari tulang dan
tanduk digunakan sebagai penggali umbi-umbian.
2. Masa Bercocok Tanam
Masa bercocok tanam diperkirakan semasa dengan zaman
Neolithikum. Pada masa ini, peradaban manusia sudah mencapai tingkatan
yang cukup tinggi. Manusia sudah memiliki kemampuan mengolah
alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan bercocok tanam dan
mengembangbiakan binatang ternak. Manusia sudah hidup menetap
dan tidak lagi berpindah-pindah seperti halnya pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan.Mereka hidup menetap karena persediaan
makanan sudah tercukupi.
a) Kehidupan Ekonomi
Pada bercocok tanam, manusia tidak lagi sepenuhnya bergantung
pada alam. Manusia sudah mampu mengolah alam untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara membabat
hutan dan semak belukar untuk ditanami berbagai jenis tanaman
sehingga terciptalah ladang-ladang yang memberikan hasil pertanian.
Selain bercocok tanam, mereka juga mengembangbiakan binatang
ternak seperti ayam, kerbau dan hewan ternak lainnya.
Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan sudah
melakukan kegiatan perdagangan yang bersifat barter.Barang yang
dipertukarkan pada waktu itu ialah hasil-hasil cocok tanam, hasil kerajinan tangan seperti gerabah dan beliung, atau hasil laut berupa
ikan yang dikeringkan.Ikan laut yang dihasilkan oleh penduduk pantai
sangat diperlukan oleh mereka yang bertempat tinggal di pedalaman.
b) Kehidupan Sosial
Hidup menetap pada masa bercocok tanam memberi kesempatan
bagi manusia untuk menata kehidupan secara teratur. Mereka hidup
menetap di suatu tempat secara berkelompok dan membentuk
masyarakat perkampungan. Perkampungan pada masa bercocok
tanam terdiri atas tempat tinggal sederhana yang didiami oleh
beberapa keluarga dan dipimpin oleh kepala kampung. Biasanya
kedudukan sebagai kepala kampung dijabat oleh orang yang paling
tua dan berwibawa.Kepala kampung merupakan tokoh yang disegani,
dihormati dan ditaati oleh penduduk kampung yang dipimpinnya.
Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan bersama mulai diatur dan
dibagi antar anggota masyarakat. Kegiatan yang banyak menghabiskan
tenaga seperti, membabat hutan, menyiapkan ladang untuk ditanami,
membangun rumah atau membuat perahu dilakukan oleh laki-laki.
Adapun perempuan melakukan kegiatan menabur benih di ladang
yang sudah disiapkan, merawat rumah dan kegiatan lain yang tidak
memerlukan tenaga besar.
c) Kehidupan Budaya
Pada masa bercocok tanam, manusia semakin mahir membuat
berbagai alat-alat atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan sudah
dibuat halus dan fungsinya beraneka ragam. Ada yangberfungsi untuk
kegiatan sehari-hari, ada yang berfungsi sebagai perhiasan, ada pula
yang berfungsi sebagai alat upacara keagamaan.
Alat-alat tersebut
antara lain sebagai berikut:
- Kapak Persegi digunakan mengerjakan kayu, menggarap tanah
dan alat upacara keagamaan.
- Kapak Lonjong digunakan sebagai cangkul untuk menggarap
tanah dan sebagai kapak biasa.
- Gerabah
- Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul-mukul kulit
kayu hingga halus.
- Perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang
Pada masa bercocok tanam, berkembang kepercayaan bahwa
roh seseorang tidak lenyap pada saat meninggal dunia.Roh dianggap
mempunyai kehidupan dialamnya sendiri. Oleh karena itu, diadakan
upacara pada waktu penguburan. Orang yang meninggal dibekali
bermacam-macam barang keperluan sehari-hari, seperti perhiasan
dan periuk yang dikubur bersama-sama.
Pada masa ini, mulai berkembang pula tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik (bangunan besar dari batu). Tradisi ini didasari
oleh kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang
mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari orang
yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan
tanaman.
3. Masa Perundagian
Masa perundagian merupakan akhir masa praaksara di Indonesia.
Kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah
seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai
kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan
gerabah, pembuatan perhiasan, atau pembuatan sampan.
a) Kehidupan Ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian telah mampu mengatur
kehidupannya. Kegiatan kehidupan yang mereka lakukan tidak
lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan pertanian di ladang dan sawah
masih tetap dilakukan. Pengaturan air dilakukan agar kegiatan pertanian
tidak sepenuhnya bergantung pada hujan. Hasil pertanian disimpan
untuk masa kering dan mungkin juga untuk diperdagangkan ke daerah
lain. Kegiatan peternakan juga turut berkembang, hewan ternak yang
dipelihara lebih beragam dari masa sebelumnya. Masyarakat telah
mampu beternak kuda dan berbagai jenis unggas.
Pada masa ini
perdagangan masih bersifat barter, namun telah menjangkau tempat-tempat yang jauh, yakni antarpulau. Barang-barang yang dipertukarkan
semakin beragam, seperti alat pertanian, perlengkapan upacara, dan
hasil kerajinan.
Kegiatan perdagangan antarpulau pada masa perundagian
dibuktikan dengan ditemukannya nekara di Selayar dan kepulauan
Kei yang dihiasi gambar-gambar binatang seperti gajah, merak, dan
harimau. Binatang-binatang ini tidak ada di wilayah Indonesia bagian
timur.Hal ini menunjukkan bahwa nekara tersebut berasal dari daerah
Indonesia bagian barat.
b) Kehidupan Sosial
Masyarakat pada masa perundagian hidup menetap di
perkampungan yang lebih besar dan lebih teratur. Perkampungan ini
terbentuk dari bersatunya beberapa kampung hingga jumlah kelompok
penduduk bertambah banyak.Masyarakat tersusun dalam kelompok
yang beragam. Ada kelompok petani, ada pedagang, ada pula kelompok
undagi (pengrajin/tukang).
c) Kehidupan Budaya
Pada masa perundagian, manusia sudah mahir membuat berbagai
peralatan atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan terbuat dari logam
digunakan untuk bertani, bertukang, peralatan rumah tangga, perhiasan
dan sebagai alat perlengkapan upacara dan pemujaan.
Pada masa ini, berbagai bidang seni seperti seni lukis, seni
ukir/pahat, seni patung, dan seni bangunan (arsitektur) mengalami
perkembangan. Hal yang menunjukkan perkembangan ini diantaranya
adalah meningkatnya pemahatan arca dan pendirian bangunan batu
untuk pemujaan.
3. Nilai-Nilai Budaya Masa Praaksara di Indonesia
Belajar dari kehidupan manusia pada masa praaksara, maka terdapat nilai-nilai budaya dan tradisi yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dan suri
teladan. Nilai-nilai budaya dan tradisi ini masih terlihat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia hingga saat ini. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Nilai Religius (Kepercayaan)
Masyarakat praaksara sudah memiliki kepercayaan terhadap adanya
kekuatan ghaib. Mereka mempercayai bahwa pohon rimbun yang tinggi besar,
hutan lebat, gua yang gelap, pantai, laut atau tempat lainnya dipandang keramat
karena ditempati oleh roh halus atau makhluk ghaib. Mereka meyakini bahwa
kejadian-kejadian alam seperti hujan, petir, banjir, gunung meletus, atau
gempa bumi adalah akibat perbuatan roh halus atau makhluk ghaib.
Untuk
menghindari malapetaka maka roh halus atau makhluk ghaib harus selalu
dipuja. Kepercayaan terhadap roh halus ini disebut dengan animisme. Kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap punya kekuatan gaib disebut Dinamisme.
b. Nilai Gotong Royong
Masyarakat praaksara hidup secara berkelompok, mereka bergotong
royong untuk kepentingan bersama, contohnya membangun rumah yang
dilakukan secara bersama-sama. Budaya gotong royong juga dapat terlihat
dari peninggalan mereka berupa bangunan-bangunan batu besar yang dapat
dipastikan dibangun secara gotong royong.
c. Nilai Musyawarah
Dalam kehidupan berkelompok, masyarakat praaksara telah
mengembangkan nilai musyawarah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
dipilihnya pemimpin yang dianggap paling tua (sesepuh) yang mengatur
masyarakat dan memberikan keputusan untuk memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi bersama.
d. Nilai Keadilan
Nilai keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat praaksara,
yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
Tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan.
e. Tradisi Bercocok Tanam
Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat praaksara untuk memenuhi
memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan bercocok tanam. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya alat khas pertanian yang berupa beliung persegi dan
alat lainnya.
f. Tradisi Bahari (Pelayaran)
Masyarakat praaksara telah mengenal ilmu astronomi. Ilmu ini sangat
membantu pada saat mereka berlayar dari pulau ke pulau dengan memakai
perahu yang sangat sederhana. Perahu-perahu cadik merupakan bentuk
yang paling umum dikenal pada waktu itu.
Perahu bercadik adalah perahu
yang kanan-kirinya dipasang alat dari bambu dan kayu agar perahunya tidak
mudah oleng. Perahu bercadik memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan masa praaksara, selain sebagai sarana lalu lintas sungai dan laut,
perahu ini juga berperansebagai alat penyebaran budaya.
4. Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Paul dan Fritz Sarasin (Sarasin bersaudara) mengemukakan bahwa
penduduk asli Indonesia adalah suatu ras yang berkulit gelap dan bertubuh
kecil. Ras ini pada awalnya mendiami Asia Bagian Tenggara yang saat itu
masih bersatu sebagai daratan pada zaman es atau periode glasial. Namun,
setelah periode es berakhir dan es mencair, maka dataran tersebut kemudian
terpisah oleh lautan yaitu laut China Selatan dan laut Jawa.Akibatnya,
daratan yang tadinya bersatu kemudian terpisah menjadi daratan utama Asia
dan Kepulauan Indonesia. Penduduk asli tinggal di daerah pedalaman dan
penduduk pendatang tinggal di daerah pesisir. Penduduk asli inilah yang
disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin.
Orang Vedda kemudian menyebar ke timur dan mendiami wilayah Papua,
Sulawesi Selatan, Kai, Seram, Timor Barat, Flores Barat, dan terus ke timur
sampai Kepulauan Melanesia. Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu,
Talang Mamak yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan
penduduk tertua di Kepulauan Indonesia. Mereka diyakini mempunyai
hubungan erat dengan dan orang Vedda.
Ras lain yang menghuni kepulauan Indonesia adalah Proto Melayu dan
Deutro Melayu.
Ciri-ciri fisik mereka adalah rambut lurus, kulit kuning
kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit.
Proto Melayu dan Deutro Melayu
tiba di kepualauan Indonesia dalam dua gelombang kedatangan.
1. Gelombang
kedatangan pertama adalah Proto Melayu (Melayu Tua),
Mereka dianggap
sebagai kelompok melayu Polinesia yang bermigrasi dari wilayah Cina
Selatan (sekarang menjadi Provinsi Yunnan). Proto Melayu bermigrasi ke
wilayah Nusantara melalui dua jalur yaitu jalur barat dan timur.
- Jalur barat
bermula dari Yunnan (Cina Bagian Selatan) masuk ke Indochina, kemudian
masuk ke Siam, Semenanjung Melayu, Sumatra dan akhirnya menyebar ke
pulau-pulau di Indonesia. Mereka membawa perkakas dari batu berupa kapak persegi.
- Jalur timur melewati Kepulauan Ryukyu Jepang.
Dari sana mereka mengarungi lautan menuju Taiwan, Filipina, Sangir, dan
masuk ke Sulawesi. Mereka membawa perkakas dari batu berupa kapak lonjong. Suku bangsa Indonesia yang tergolong Proto
Melayu ini, yaitu Mentawai, Dayak dan Toraja.
2. Gelombang kedatangan ke Kepulauan Indonesia berikutnya adalah Deutro
Melayu (Melayu Muda)
Deutro Melayu (Melayu Muda) berasal dari Indochina bagian utara. Kedatangan
Deutro-Melayu mendesak keberadaan Proto Melayu ke arah pedalaman.
Mereka memperkenalkan perkakas dan senjata yang terbuat dari besi atau
logam. Mereka telah melakukan kegiatan bercocok tanam. Padi yang banyak
ditanam di Indonesia saat ini dibawa oleh Deutero Melayu dari wilayah Assam
Utara atau Birma Utara. Bangsa Deutro-Melayu mengembangkan peradaban
dan kebudayaan yang lebih maju. Karena itu, mereka berkembang menjadi
sebagian besar suku-suku yang ada di Indonesia saat ini seperti Melayu,
Minang, Jawa, Bugis, dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, Proto
Melayu dan Deutero Melayu berbaur, sehingga sulit dibedakan.
3. Ras Melanesoid.
Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur
Irian dan benua Australia. Kedatangan ras Melanesoid diperkirakan pada saat
zaman es terakhir. Pada saat itu Kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ras
Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua, selanjutnya ke
Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubung dengan Papua.Pada perkembangan selanjutnya, terjadi percampuran antara
ras Melanesoid dan ras Melayu yang menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
Komentar
Posting Komentar